Judul buku : Konfrontasi Militer Merebut Irian Barat
Pengarang : Ferry Valdano Akbar
Penerbit : PolGow
Tahun Terbit : 2011
Terbitan ke : –
Tebal Buku : 140 + xxii halaman
Panjang x lebar : 140 x 210 mm
Pasca pengakuan KMB 1949 ternyata masih meninggalkan satu masalah yang belum juga terselesaikan, yaitu mengenai perebutan wilayah Papua Barat antara Indonesia dan Belanda. Dalam kesepakatan telah disetujui bahwa masalah ini akan diselesaikan satu tahun dihitung sejak KMB 1949. Namun, sampai 10 tahun pun, masalah antara Indonesia dengan belanda ini masih belum ada penyelesaian. Masalahnya ialah Belanda tidak mau melepas wilayah Papua Barat karena wilayah itu adalah satu-satunya jalan untuk perbaikan ekonomi Belanda yang sempat merosot setelah kalah dalam PD II. Sementara itu, Indonesia juga tidak akan melepaskan Papua Barat karena wilayah itu merupakan bagian dari negara yang jika hilang akan mempengaruhi negara itu.
“Dibandingkan dengan wilayah kepulauan kami maka Irian Barat hanya selebar daun kelor, akan tetapi Irian Barat adalah sebagian dari tubuh kami. Apakah seseorang akan membiarkan salah satu anggota tubuhnya dipotong begitu saja tanpa membalas sedikitpun? Apakah orang tidak berteriak kesakitan, apabila dipotong ujung jarinya sekalipun hanya sedikit?…”(Soekarno)65
Awalnya Indonesia sudah menggunakan cara diplomasi untuk menyelesaikan permasalahan ini. Yang pertama ialah diplomasi bilateral anatara Indonesia dan Belanda, namun tetaplah gagal. Yang kedua adalah diplomasi multilateral dengan mengikutkan negara lain melalui forum PBB, jalan ini masihlah menemui kebuntuan. Setelah itu, belanda menawarkan konsep penentuan nasib dengan membentuk Negara Boneka Papua Barat di bawah Negara Kerajaan Belanda. Belanda menyebarkan isu bahwa penduduk asli Papua adalah terpisah dari Indonesia. Karena itu, mereka berhak menentukan nasibnya sendiri. Hal itu jelas tidak disetujui Indonesia.
Kekalahan di meja diplomasi PBB yang terakhir kalinya membuat Soekarno mengizinkan aksi-aksi radikal dimulai, sesuai pidatonya tanggal 17 Agustus 1950. Terjadilah nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing sejumlah 700 perusahaan, demonstrasi sepanjang jalan, pemboikotan dan pemogokan serta penjungkirbalikan mobil-mobil milik Belanda, bahkan semua surat kabar berbahasa Belanda dilarang terbit. Soekarno memanfaatkan keadaan dimana Amerika dan Uni Sovyet sedang gencar bermusuhan. Setelah melalui pendekatan dengan presiden Amerika yang menemui kegagalan, Soekarno melakukan pendekatan kepada Uni Sovyet. Dengan mengalokasikan 60-70% anggaran belanja negara untuk sector pertahanan serta pembelian senjata besar-besaran ke Uni Sovyet menjadikan meningkatnya kekuatan militer Indonesia khususnya angkatan laut dan udara.
Pergantian presiden Amerika Serikat dari pemerintahan Eisenhower menjadi pemerintahan Kennedy, Amerika sedikit mengubah karakter diplomasinya. Saat itu Kennedy berusaha mendekati Presiden Soekarno kembali. Kebijakan Amerika yang dulu jelas berpihak pada Belanda kini Amerika menjadi netral dalam permasalahan ini. Amerika tidak ingin Indonesia semakin dekat dengan Uni Sovyet. Apalagi sekarang ini PKI semakin kuat dan ini membahayakan kepentingan Amerika yang juga mengincar Indonesia.
Melalui diplomatnya Ellswort Bunker, Amerika mulai memediatori perundingan antara Indonesia dan Belanda. Tanggal 15 Agustus 1962 ditandatangani persetujuan New York. Indonesia diwakili oleh Menlu Subandrio serta Van Royen dan Schuurman mewakili Belanda. Inti dari persetujuan ialah Belanda sepakat menyerahkan wilayah Irian Barat kepada kedaulatan Indonesia dan sekaligus mengakhiri sengketa Indonesia-Belanda terkait masalah irian Barat. Tujuan akhir dari sebuah nilai strategis kekuatan militer sebagai penggentar dan penangkal pun tercapai, bahkan tanpa harus melalui perang.
Kelebihan dari buku ini ialah menceritakan sejarahnya secara lengkap. Disertai opini penulis untuk menilai sistem militer di negara kita. Selain itu, cover buku yang digunakan juga menarik membuat pembaca tertarik untuk mengenal buku ini secara lebih dalam. Kertas yang digunakan pun kualitasnya bagus. Detail-detail buku juga sangat diperhatikan, seperti penggunaan catatan kaki. Banyak penulis yang tidak menyertakan catatan kaki dalam karya mereka dan yang terakhir pengaturan buku juga rapi.
Kelemahan buku ini diantaranya ialah masih terdapat kesalahan pengetikan, tampilan isi buku juga membosankan membuat mata sering lelah untuk membaca. Spasi yang digunakan terlalu dekat. Buku ini juga tidak berwarna, seharusnya terdapat sedikit saja warna seperti pada gambar yang ditampilkan. Gambar yang ditampilkan pada buku ini tidak jelas. Dan bahasa yang digunakan penulis sulit untuk dipahami.